TANGAN GELEDEK JILID 08
"Anak baik, bangunlah!" Akan tetapi ia merasa betapa tubuh anak itu kaku seperti batu dan ketika ia mengangkatnya Lee Goat masih dalam keadaan berlutut, tubuhnya kaku dan keras! Sin Hong tertawa kagum sambil memandang kepada Hui Lian.
Dengan muka merah akan tetapi mata bangga Hui Lian membentak anaknya, "Lee Goat, jangan kurang ajar! Hayo turun!" Setelah Lee Goat menarlk kembali "tenaganya" dan sudah diturunkan oleh Sin Hong, Hui Lian berkata lagi kepada Sin Hong. "Dia memang sudah mernpelajari sedikit ilmu silat dan. sedang berlatih Iweekang. Harap Susiok jangan mentertawai kami."
"Mengapa mentertawai? Anak ini berbakat baik sekali, kecil-kecil sudah dapat menggunakan tenaga membikin keras tubuh, benar-benar mengagumkan!" kata Li Hwa mendahului suaminya sambil mengangkat Lee Goat dan menciumnya.
Demikianlah, semenjak saat itu, Lee Goat menjadi murid Sin Hong. Rumah di Kim-bun-to anat besar maka Sin Hong dan isterinya merasa suka tinggal di situ. Tidak saja rumahnya cukup besar sehingga mereka leluasa, juga Lee Goat merupakan murid yang menggembirakan hati dan juga mereka dapat bergaul dengan rukun dan baik bersama Hui Lian dan suaminya. Seringkali Sin Hong bercakap-cakap atau bermain catur dengan Hong Kin sedangkan Li Hwa dan Hui Lian kalau sudah mengobrol di dalam kamar berdua sampai lupa waktu! Mereka benar-benar pasangan-pasangan yang amat rukun Cara hidup yang menyenangkan membuat orang lupa akan waktu yang melewat cepat sekali. Tanpa terasa lagi tahu-tahu Sin Hong dan Li Hwa sudah tinggal selama empat tahun di Kim bun to! Sebetulnya Sin Hong sudah kerasan dan senang tinggal di situ. Mengapa tidak? Hui Lian dan suaminya amat baik seperti saudara sendiri, juga Lee Goat merupakan murid yang pintar dan cepat maju. Akan tetapi ada suatu hal yang mengganggu hati Sin Hong dan kadangkadang membuatnya sampai jauh malam tak dapat tidur, bercakap-cakap dengan suara duka dengan isterinya.
Mengapa? Bukan lain karena sebegitu lama mereka berdua belum juga dikaruniai putera. Hal ini mengecewakan hati mereka dan melenyapkan semua kesenangan, membuat rnereka menjadi bosan tinggal di Kim bun to.
Hui Lian dan suaminya terkejut juga ketika pada suatu pagi Sin Hong dan isterinya menyatakan bahwa mereka ingin pergi merantau dan hendak membawa Lee Gpat bersama.
"Sudah terlalu lama kami menganggur saja sampaisampai kami tidak tahu apa yang terjadi di luar. Selain itu, perlu sekali bagi Lee Goat untuk melihat dunia kangouw agar pengetahuannya bertambah. Kalian tahu sendiri betapa pentingnya ini bagi Lee Goat," kata Sin Hong.
Hui Lian dan Hong Kin tentu saja tak dapat menahan mereka. Juga mereka merasa tidak enak untuk melarang Lee Goat, karena bukankah mereka sendiri yang menyerahkan Lee Goat menjadi murid Sin Horg. Dengan mengeraskan hati Hui Lian mengangguk dan menyetujui, bahkan cepat-cepat menyediakan pakaian-pakaian yang hendak dibawa oleh Lee Goat yang sudah kegirangan. Akan tetapi setelah Sin Hong dan Li Hwa berangkat bersama Lee Goat, naik perahu untuk menyeberang ke daratan, Hui Lian tak dapat menahan tangisnya! Hong Kin menghiburnya dan menyatakan bahwa di tangan Sin Hong dan isterinyaj pasti Lee Goat takkan menemui bahaya sesuatu.
Suami Isteri Ini sama sekali tidak tahu bahwa baru beberapa ratus li Sin Hong dan rombongannya meninggalkan Kim bun to telah menghadapi bencana hebat.
Sepekan setelah meninggalkan Kim bun to, Sin Hong dan isterinya serta muridnya tiba di kota Nanpo. Untuk menyenangkan hati Lee Goat yang baru pertama kali itu melakukan perjalanan jauh Sin Hong dan isterinya mengajak Lee Goat bertamasya di taman bunga yang dibuka untuk umum di kota itu. Waktu itu musim bunga telah lama lewat, akan tetapi di dalam taman masih penuh dengan tanaman bunga yang beraneka warna dan macam. Maka tempat itu amat ramai dikunjungi orang-orang dari dalam kota maupun dari luar daerah.
Selagi suami isteri dan murid mereka ini menikmati keindahan taman sambil minum teh wangi yang dijual orang di dalam taman dan duduk di atas bangku-bangku kayu yang sederhana, tiba-tiba Sin Hong menoleh. Ia merasa ada orang memandangnya dan betul saja, begitu ia menoleh, diantara banyak orang ia me lihat seorang laki-laki yang memandang kepadanya dengan tajam. Jantung Sin Hong serasa berhenti berdetak ketika ia mengenal siapa adanya laki-laki itu.
Serentak ia bangkit berdiri dan dengan langkah lebar menghampiri tempat di mana orang itu berdiri. Akan tetapi orang itu menyelinap di antara orang banyak dan lenyap. Sin Hong mengejar sambil mendesak orang-orang itu. Dengan mudah saja kedua lengannya membuka jalan. Akan tetapi tiba-tiba lengannya bertemu dengan lengan tangan orang lain yang amat kuat sehingga terpaksa Sin Hong berhenti.
Sin Hong mengangkat muka untuk memandang orang yang lengan tangannya keras dan kuat sekali itu dan ia bertemu pandang dengan seorang laki-laki tinggi besar seperti raksasa, bermuka brewok bermata lebar tajam.
Usianya kurang lebih lima puluh tahun, akan tetapi kelihatan amat kuat dan gagah.
"Hemm, di tempat yang begini penuh orang tak boleh tergesa-gesa mendocong orang ke kanan kiri," kata orang brewok itu sambil tersenyum sindir di balik kumis dan jenggotnya.
Sin Hong melirik ke sana ke mari akan tetapi orang yang dicarinya telah lenyap, maka sambil tersenyum ia menjura dan menjawab.
"Maaf, agaknya aku tadi telah melihat setan di siang hari." Setelah berkata demikian, ia lalu berjalan kembali ke tempat duduknya semula. Ia sengaja tidak mau berurusan lebih lanjut dengan orang yang sudah jelas memiliki kepandaian tinggi itu. Diam-diam ia merasa heran karena ia tidak kenal orang itu. Tentu seorang tokoh besar dari selatan pikirnya.
"Kau tadi mencari siapakah?" tanya Li Hwa yang semenjak tadi memperhatikan gerak-gerik suaminya. Sin Hong menjawab perlahan. "Aku tadi telah rnelihat..... Liok Kong Ji.....!" Mendengar nama ini, wajah Li Hwa berubah dan alisnya berkerut, dadanya berdebar penuh kekhawatiran, Li Hwa cukup tahu bahwa di mana ada manusia siluman itu, pasti akan terjadi hal yang tidak menyenangkan.
"Mana dia.....?" tanyanya lirih.
"Dia sudah menyelinap pergi. Entah dia entah bukan, akan tetapi matanya..... hanya dialah orangnya yang mempunyai mata seperti itu. Mari kita pergi dari sini." Li Hwa maklum akan kekhawatiran suaminya. Kalau Sin Hong sendiri tentu saja tidak takut menghadapi Liok Kong Ji, akan tetapi di situ ada Li Hwa dan Lee Goat. Maka tanpa banyak cakap ia lalu menggandeng tangan Lee Goat dan mereka bertiga melanjutkan perjalanan keluar dari Nanpo melalui pintu sebelah barat. Setelah keluar dari kota dan tiba di jalan sunyi baru Sin Hong bercerita kepada isterinya tentang pertemuannya dengan orang tinggi besar brewok yang dapat menahan desakan lengannya.
"Biarpun belum yakin benar, akan tetapi kurasa orang itu adalah kawan dari Kong Ji. Kalau kita ingat sepakterjang Kong Ji dahulu, sangat boleh jadi ia mempunyai banyak sekali kawan-kawan yang pandai. Akan tetapi, dia yang sudah bersembunyi di utara, ada keperluan apakah muncul di sini? Apakah aku yang salah lihat orang?"
"Kita harus berhati-hati," kata Li Hwa. "Orang seperti dia itu tak dapat diduga lebih dulu apa yang terkandung dalam hati iblis itu." Sin Hong mengangguk-angguk. "Kuharap saja dia tidak mengulangi perbuatannya yang dulu-dulu ketika ia selalu memusuhiku. Kiraku dia ada keperluan lain karena dengan aku dia sudah tidak ada urusan apa-apa lagi. Akan tetapi....." tiba-tiba Sin Hong mengerutkan keningnya.
"Kenapa?" Li Hwa bertanya.
"Asal saja dia tidak menjadi alat dari orang-orang Mongol untuk mengkhianati bangsa sendiri," kata Sin Hong sambil menarik napas panjang. "Kalau kehinaan itu ia lakukan, ia tidak patut lagi menjadi manusia dan aku sendiri akan berusaha melenyapkan dari muka bumi!" Tiba-tiba Sin Hong memberi tanda supaya isterinya jangan melanjutkan langkah dan ia memandang ke arah kiri di mana terdapat segerombolan pohon yang gelap. Tepat dugaannya bahwa di sana terdapat orang karena setelah beberapa lama ia berhenti, dari dalam gerombolan pohon itu melompat keluar seorang lakilakl tinggi besar yang tadi telah beradu lengan dengannya di dalam taman bunga. Melihat sikap orang tinggi besar itu di tengah jalan menghadang perjalanan mereka dan sikapnya menantang sekali, Sin Hong berlaku tenang. Ia mengangkat kedua tangan memberi hormat sambil berkata.
"Eh, kiranya Loenghiong sudah berada di sini. Alangkah cepatnya! Tidak tahu apakah sengaja Loenghiong menghadang perjalanan kami dan ada keperluan apakah gerangan?" Laki-laki tinggi besar brewokan itu kini tertawa bergelak sambil memegangi jenggotnya, lalu bertanya, suaranya kaku dan jelas terdengar logat utara dalam suaranya, "Kau Wan Sin Hong yang disebut Wan-bengcu?" Pertanyaan yang diucapkan dengan nada gaya memandang rendah ini dijawab oleh Sin Hfong hanya dengan anggukan kepala. Tiba-tiba Sin Hong cepat mendorong Lee Goat yang mencelat ke arah Li Hwa! Li Hwa menerima bocah itu dan melompat ke belakang.
Ternyata bahwa laki-laki tinggi besar itu begitu melihat Sin Hong mengangguk sebagai pengakuan bahwa dia memang Wan-bengcu, tanpa banyak cakap lagi lalu mengirim pukulan yang hebat sekali ke arah Sin Hong, disusul dengan tendangan kaki yang seperti kilat menyambar.
Sin Hong yang sejak tadi sudah berlaku waspada, cepat menyelamatkan dulu muridnya, kemudian dengan hati-hati dan cepat ia mengelak dari dua serangan dahsyat itu.
"Sobat, kau siapakah dan mengapa kau menyerangku?" ia masih menyabarkan diri dan bertanya sambil memasang kuda-kuda.
Melihat betapa Sin Hong dengan mudah mengelak dari serangan-serangannya, orang tinggi besar itu menjadi penasaran.
"Sudah lama aku ingin mencoba kelihaian Wan-bengcu.
Sambutlah!" Kembali kedua tangannya bergerak dan kini Sin Hong menghadapi serangan-serangan pukulan yang datangnya bertubi-tubi cepat sekali, datangnya dari tiga jurusan merupakan serangan yang sukar dijaga! Namun Sin Hong tidak gentar menghadapi serangan-serangan ini. Ilmu silatnya Pak-kek Sin-kun cukup kuat untuk menjaga diri dan kalau perlu membalas serangan lawan. Akan tetapi, sudah menjadi sifat seorang ahli silat apabila menghadapi lawan yang tidak terlalu mendesak dan tidak terlalu membahayakan keselamatannya, tentu lebih dulu ingin melihat bagaimana macamnya ilmu silatnya apalagi kalau ilmu silat itu asing.
Oleh karena itulah maka Sin Hong hanya menjaga diri saja. Mengelak atau menangkis sambil memperhatikan ilmu silat lawan. Ilmu silat yang dimainkan oleh orang tinggi besar ini seperti Ilmu Silat Sha kak kun hoat (Ilmu Silat Segi Tiga) dari selatan, akan tetapi kedudukan kakinya lain lagi dan ketika lengan tangannya beradu dengan tangan lawan, orang itu selalu berusaha menangkap pergelangannya seperti ilmu gulat bangsa Mongol.
Setelah puas melihat ilmu silat lawan, Sin Hong lalu mengeluarkan kepandaiannya dan sebentar saja ia dapat mendesak lawannya. Dalam hal tenaga, orang itu mungkin tidak kalah oleh Sin Hong. Akan tetapi kalau mau bicara tentang ilmu silat, ternyata kepandaian Sin Hong masih menang jauh. Sin Hong menanti sampai pukulan tangan kanan lawan yang cepat dan kuat sekali menyambar kepalanya itu datang dekat. Kemudian tiba-tiba ia menyodorkan tangan kiri ke atas dengan dua jari terbuka menotok urat di dekat siku lengan lawan yang memukulnya sambil merendahkan tubuh dan kepalan tangan kanan menghantam ke depan menuju dada lawan!
Gerakan Sin Hong ini luar biasa sekali dan jarang ada lawan yang dapat menyelamatkan diri. Juga orang tinggi besar itu tak mungkin sekaligus menghindarkan diri dari serangan-serangan ini. Bahkan agaknya ia tidak menduga bahwa sambungan sikunya akan ditotok, maka ia cepat menangkis kepalan tangan Sin Hong yang memukul dadanya. Memang pukulan inilah yang lebih kentara dan mudah diduga, padahal yang berbahaya adalah tangan kiri yang menotok urat siku dengan jari itu.
Sin Hong tidak mengenal orang tinggi besar itu, hanya menduga bahwa orang ini tentulah seorang tokoh dari utara seperti halnya Ang-jiu Moli. Oleh karena itu tidak merasa mempunyai permusuhan dengan orang ini, maka ia tidak mau melukainya. Kemudian ia melanjutkan totokannya menjadi cengkeraman dengan lima jari untuk menangkap lengan lawannya itu. Dengan cara begini pun la sudah membuktikan keunggulannya. Akan tetapi, alangkah kagetnya ketika ia mencengkeram lengan yang besar dan kuat itu tiba-tiba orang itu memutar tubuh sambil menangkap jari-jari tangan Sin Hong yang mencengkeram lengan, lalu dengan gerakan kilat membungkuk dan membanting Sin Hong dari balik pundaknya! Kalau bukan Sin Hong yang diperlakukan demikian, tentu tubuhnya akan terbanting atau sedikitnya terlempar jauh. Akan tetapi Sin Hong cepat mengatur keseimbangan badannya dan ketika tubuhnya terlempar, ia melayang seperti seekor burung dan turun ke atas tanah dalam keadaan berdiri tegak!
Orang tinggi besar itu mengeluarkan suara memuji ketika Sin Hong sekali lompatan kembali telah berdiri menghadapinya. Sebaliknya di lain fihak Sin Hong maklum bahwa lawannya selain memiliki tenaga besar dan ilmu silat lumayan, juga memiliki ilmu gulat bangsa Mongol yang lihai.
Diam-diam ia menyalahkan diri sendiri karena kalau saja ia tidak berlaku sungkan tentu lawan ini sudah terkena totokannya dan ia berada di fihak menang.
"Lo-enghiong hebat sekali!" ia memuji untuk merendahkan diri dan memuaskan hati lawannya.
"Kau masih belum kalah!" Si Brewok itu menjawab dan cepat menyerang lagi dengan hebatnya.
"Benar-benar tak tahu diri!" Sin Hong membentak marah ketika ia melompat ke belakang untuk menghindarkan diri dari serangan lawan. Kemudian ia membalas dan sekali lagi Sin Hong mendesak dan mengurung lawannya dengan hujan serangan.
"Saudara-saudara, bantulah aku!" tiba-tiba orang brewokan itu berseru tanpa mengenal malu. Sebetulnya, kalau menurut tata susila dunia kangouw, dalam pertempuran orang pantang minta tolong apabila terdesak.
Berturut-turut muncul tiga orang dari balik rumpun yang lebat dan melihat tiga orang yang bukan lain adalah Pak-kek Samkui ini, tahulah Sin Hong dengan siapa ia berhadapan.
Tak salah lagi bahwa orang tinggi besar ini tentu seorang tokoh utara yang membantu pergerakan Temu Cin! Maka ia cepat mencabut pedangnya dan sebentar saja ia dikeroyok oleh empat orang lawan. Giam-loong Ciu Kui, Liokte Moko Ang Bouw, dan Sin-saikong Ang Louw adalah tiga orang yang tak boleh dipandang ringan kalau maju bersama, apalagi di situ masih ada seorang lawan yang kepandaiannya tidak rendah, bahkan lebih tinggi daripada tiga orang Setan Utara itu.
Pada saat itu, muncul orang lain dari belakang pohon.
Orang ini cepat sekali gerakannya dan ia menyambut Li Hwa yang sudah mencabut pedang dan hendak membantu suaminya. Baik Sin Hong mau pun Li Hwa terkejut sekali melihat orang ini.
"Ha, ha, ha, ha, Wan Sin Hong! Masih kenalkah kau padaku? Hui eng Niocu Siok Li Hwa, jadi kamu sudah menjadi Nyonya Wan? Ha, ha, kau makin tua makin cantik saja!"
"Kong Ji.....! Kau mau apa?" Sin Hong membentak sambil memutar pedangnya mendesak keempat pengeroyoknya.
"Manusia iblis, tutup mulutmu yang kotor!" Li Hwa memaki marah dan pedang Cheng-liong-kiam di tangannya bergerak menyerang Kong Ji. Sambil tertawa mengejek Kong Ji mengelak cepat lalu mengirim pukulan menyerong dari samping yang mengejutkan hati Li Hwa karena dari pukulan ini keluar hawa yang mendorongnya amat kuat! Cepat ia melompat mundur dan siap menghadapi serangan lawan.
Akan tetapi Kong Ji hanya tertawa dan berkata.
"Hui eng Niocu, takkan ada artinya kau melawan. Kau akan kalah!"
"Subo, serang saja dia!" tiba-tiba Lee, Goat yang marah melihat lagak sombong dari Liok Kong ji. Kemudian dia melompat dan memukul Kong Ji dengan tangannya.
"Eh, eh, bocah ini gagah perkasa!" Kong Ji berseru kagum sambil menangkap tangan Lee Goat dan diangkatnya, ke atas.
"Kong Ji jangan ganggu dia. Dia puteri dari Hui Lian.
Sumoimu sendiri!" seru Sin Hong yang merasa khawatir kalau-kalau manusia iblis itu mencelakai Lee Goat. Biarpun dikeroyok empat, Sin Hong masih dapat membagi perhatiannya kepada Kong Ji, benar-benar luar biasa sekali kepandaian Sin Hong. Adapun Li Hwa lain lagi reaksinya.
Melihat Lee Goat diangkat oleh Kong Ji yang tertawa-tawa dan memandahg kagum, ia cepat menggunakan pedangnya melakukan serangan hebat. Tubuhnya setengah melayang dan pedangnya menusuk ke arah lambung dengan gerak tipu Liongli-coan-ciam (Liong li Menusukkan Jarum). Sebuah serangan yang amat hebat dan dilakukan dalam keadaan marah ini mau tidak mau mengagetkan Kong ji juga.
Biappun tingkat kepandaian Kong Ji jauh lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Li Hwa, akan tetapi karena ketika itu Kong Ji sedang mengangkat tubuh Lee Goat, ia berada dalam keadaan berbahaya. Akan tetapi dengan enaknya sambil tertawa-tawa Kong Ji malah mengangkat tubuh Lee Goat untuk menerima tusukan pedang Li Hwa!
"Celaka.....!!" Li Hwa menjerit katena ia tidak keburu lagi menahan tusukah pedangnya yang dilakukan dengan penuh kemarahan dan dengan pengerahan tenaga sekuatnya "Traanggg,..." Pedang Li Hwa terpental dan wanita ini berjungkir balik untuk mengimbangi tubuhnya yang tibatiba terdorong hebat. Ternyata bahwa da!am keadaan berbahaya sekali bagi Lee Goat itu, Sin Hong telah dapat melompat cepat dan dapat menangkis pedang Li Hwa yang sudah mengenai baju Lee Goat!
Sambil menangkis, Sin Hong merampas tubuh muridnya itu yang kini berada dalam kempitan lengan kirinya. Akan tetapi empat orang lawannya tadi sudah maju lagi mengeroyoknya. Adapun ketika ia mengangkat muka, ternyata isterinya telah tertawan oleh Kong ji.
Kong Ji memang selamanya menjadi orang yang licik dan curang. juga ia cerdik bukan main. Ketika ia melakukan perjalanan ke selatan, ia telah berhasil menarik orang-orang selatan. Oleh karena ia mendengar bahwa di selatan masih ada tokoh-tokoh yang kiranya akan merupakan bahaya bagi penyerbuan tentara Mongol kelak, ia lalu mendatangkan bantuan. Maka datang menyusullah dari utara pembantunya yang lihai yaitu orang tinggi besar brewok itu yang bukan lain adalah Butek Sinciang Bouw Gun.
"Ketika ia bertemu dengan Wan Sin Hong, ia segera mengatur siasat dan menyuruh Bouw Gun mencoba kekuatan Sin Hong. Kemudian ia mengeluarkan Pak-kek Sam-kui untuk membantu Bouw Gun. Melihat betapa empat orang sahabatnya itu tetap saja tak dapat mengalahkan Sin Hong, bahkan terdesak hebat, dia lalu muncul sendiri menghadapi Li Hwa. Kini ia melihat betapa Sin Hong masih tetap lihai seperti dulu, bahkan lebih lihai lagi. Kalau dia ikut menyerbu, kiranya biarpun dikeroyok lima, belum tentu Sin Hong akan dapat dikalahkan. Tadi ia hendak mencobacoba menculik anak itu yang ia kira anak Sin Hong. Akan tetapi mendengar dari Sin Hong bahwa anak itu adalah anak dari Hui Lian, ia tidak mau menggunakan anak itu untuk mencapai kemenangan, sebaliknya ia cepat mengejar Li Hwa.
Selagi Li Hwa masih kaget sekali karena tangkisan Sin Hong tadi ketika rnenolong Lee Goat, Kong Ji cepat melakukan totokan-totokan hebat. Li Hwa masih mencoba untuk mengelak, akan tetapi sebuah totokan mengenai jalan darah di pundaknya, membuat tubuhnya menjadi lemas dan kedua kakinya lumpuh. Di lain saat ia telah menangkap pergelangan tangan Li Hwa yang tidak berdaya lagi dan merampas pedang Cheng liong kiam!
Melihat isterinya telah tertawan, Sin Hong menjadi marah bukan main. Tadi dia tidak bermaksud melukai para lawannya, akan tetapi kini pedang di tangan kanannya bergerak cepat bagaikan kilat menyambar-nyambar. Biarpun tangan kirinya memondong Lee Goat, namun kelihaiannya tidak berkurang karenanya. Dengan gerakan seperti burung terbang ke atas la!u menukik ke bawah, ia membuat gerakan jungkir balik dan pedangnya menyambar secara aneh dan tak terduga semula sehingga Liok te Moko Ang Bouw yang kurang cepat mengelak, mengeluarkan seruan kaget dan kalau saja Giam lo ong Ci Kui tidak lekas menendangnya sampai terlempar jauh, tentu tubuh Ang Bouw yang kurus kering itu akan terbabat menjadi dua!
Pertolongan Ci Kui itu membuat Ang Bouw hanya te rgurat sedikit pundaknya dan pantatya yang kena tendang jaga terasa sakit ! Ia hendak menerjang Kong Ji, akan tetapi Ci Kui, Ang Louw, data Bouw Gun menghadang dan mengurungnya. Sin Hong yang sudah naik darah karena cemas melihat keadaan isterinya, kembali mengerjakan pedaagnya dan Sin-sai-kong Ang Louw roboh terjungkal terkena tendangan kakinya.
Melihat sepak terjang Sin Hong, Kong Ji menjadi gentar.
Ia tahu bahwa dalam kemarahannya, Sin Hong tak dapat ditahan dan kawan-kawannya pasti akan roboh semua.
*Sin Hong, tahan dan dengarkan kata-kataku, kalau kau ingin iste rimu selamat !" Mendengar ini, Sin Hong melompat ke belakang dan melintangkan pedang di depan dada.
Matanya memancarkan cahaya be rapi, mukanya merah dan sikapnya seperti seekor harimau marah. Dengan sinar mata penuh ancaman melihat Kong Ji menodongkan ujung Cheng liong-kiam di leher Li Hwa.
"Kong Ji, kalau kauganggu dia ......... aku bersumpah akan memenggal batang lehermu ……!" kata Sin Hong di balik giginya yang diadu saking marahnya. Kong Ji tersenyum lebar. Masih tampan dia karena makin tua dia makin banyak lagak.
"Sin Hong. kaulihat isterimu telah berada di ujung pedang. Jangan kau salah terima. Aku tidak bermaksud buruk asal saja kau mendengar omonganku, aku takkan mengganggu Hui-eng Niocu isterimu ini." Sin Hong sudab cukup mengenal kelicikan watak Kong Ji. Akan tetapi oleh karena pada saat itu isterinya memang berada di bawah kekuasaan lawan dan ia tak berdaya menolong tanpa membabayakan keselamatan iste rinya apa boleh buat is harus mendengarkan syarat-syarat lawan !
"Kong Ji, kaukatakan apa kehendakmu !" akbirnya ia bcrkata, Liok Kong Ji yang kini di utara terkenal dengan sebutan Thian-te Butek Taihiap tertawa bergelak penuh kemenangan.
"Sin Hong, kalau kau hendak menerima kembali istcrimu dalam ke adaan selamat, pergilah ke Omei-san."
"Apa maksudmu ? Apa yang barus kulakukan di Omeisan," tanya Sin Hong agak heran.
Kembali Kong Ji tertawa. "Kau tentu masih ingat babwa aku dahulu telah diangkat menjadi Tung-nam Beng-cu (Ketua Timur dan Selatan) oleh karena kawan-kawan masih menghendaki aku me-megang kedudukan itu, kini ternyata dua orang kakek di Omei-san tidak mau mengakui kedudukanku dan tidak mau membantu. Oleh karena aku hendak mengunjungi me reka dan sekiranya aku membutuhkan bantuanmu ketika berhadapan dengan mereka, kau harus membantuku, Aku bersumpah kau akan mene rima isterimu dalam keadaan selamat asal saja kausuka membantuku.
Bulan depan pada pertengahan bulan kau harus berada sana. Aku bukan mengancam, akan tetapi kalau kau tidak dapat membantuku, akupun tidak menanggurg tentang keselamatan Hui-eng Niocu. Selain itu, akupun menghendaki keterangan dari pedamu. Di mana adanya puteriku?" Sin Hong memandang tajam. "Nanti dulu Kong Ji. Kita bicarakan soalnya satu demi satu. Kau hendak menjadikan isteriku sebagai tawanan sampai aku membantumu pada bulan depan di Omei-san. Bantuan apa yang kau kehendaki dari aku? Apa yang harus kulakukan terhadap dua orang kakek sakti di Omei san?"
"Kami hendak membujuk mereka supaya mereka beke rja sama, dan......... "
"Ha...... ! Bekerja sama dengan balatentara Mongol, bukan?"
"Sin Hong, jangan kau mengejek. Ingat, ini urusan mati hidupnya isterimu! Pendeknya, pada bulan depan kau harus berada di Omei.san dan terserah kepadamu kelak apakah kau menghendaki isterimu selamat dengan jalan membantu kami, ataukah kau ingin melihat isterimu tewas dalam tanganku. Dan kau tahu, kalau sekarang kau mengamuk, isterimu akan kubunun lebih dulu, kemudian kau akan kami keroyok. Kawan-kawanku ada belasan orang tokohtokoh kang-ouw di daerah setatan yang tak jauh dari sini menantiku. Kau tinggal pilih!.
Sin Hong berpikir cepat. Memang, ia tidak usah takut dan sangat boleh jadi ia akan dapat membasmi mereka ini semua termasuk Kong Ji akan tetapi juga sudah dapat dipastikan babwa lebih dulu Li Hwa akin tewas di tangan Kong Ii! ia tidal tega membiarkan isterinya tewas. Waktu masih satu bulan dan kelak ia dapat melihat gelagat di puncak Omei-san. Kelau ada harapan menolong Li Hwa dan membasmi Kong Ji, mengapa harus targesa-gesa dan menurutkan nafsu hati? Mengapa harus mengorbankan nyawa isterinya yang tercinta? "Baik ! Bulan depan kita bertemu lagi di Omei-san. Akan tetapi kau tentu tahu betul Kong Ji bahua adabila kau mengganggu isteriku, aku akan mencarimu biarpun kau bersembunyi di neraka. Bahkan sampai matipun arwahku akan selalu mencarimu untuk membalas dendam!" kita Sin Hong. suaranya penuh semangat dan tersungguh-sungguh sehingga diam-diam Kong Ji mcrasa ngeri juga.
"Sekarang permintaanku yang kedua, Sin Hon?. Di mana adanya keturunanku ? Adakah ia laki-laki atau perempuan dan di mana dia sekarang?" Mendengar suara ini mengandung keharuan, diam diam Sin Hong terheran. Manustu iblis seperti ini masih ingat akan keturunan!
"Keturunanmu yang mana ? Manusia macam kau ini mana mempunyai keturunan ?" tanya Sin Hong, tetapi tibatiba hatinya menjadi perih karena teringatlah ia bahwa dialah orangnya yang tidak mempunyai keturunan biarpun sudah menikah hampir lima tahun lamanya.
"Sin Hong, jangan kau pura-pura. Kau tahu dengan betul anak siapa yang ku maksudkan. Ataukah perlu hal itu kita bicarakan lagi? Kau tahu. bahwa dia telah melahirkan anak ke turunanku. Di mana dia sekarang?" Kong Ji mendes ak.
Ttba-tiba Sin Hong mendapat akal. Dia tidak ingin memberitahukan bahwa enak Kong Ji yaitu Tiang Bu, berada di Omei san, bukan ia tidak ingin mempertemukan anak itu dengan ayahnya yang keji dan jahat ini. Akan tetapi untuk be rbohong diapun tak sanggup.
"Kong Ji, memang benar dia melahirkan anakmu, reorang anak laki-laki dan ...... "
"Betulkah......... ? Sudah kuduga! Aku mempunyai seorang putera!.. Ha, di manakah dia s ekarang, Sin Hong ? Namanya siapa?"
"Di mana adanya dia sekarang lebih baik kau bcrtanya kepada kawan-kawanmu Pak kek ‘Sam-kui itu! Merekalah yang menculik anakmu itu dari tanganku di Go-bi-san," Kong Ji menjadi pucat mukanya, "Apa....?? Dia.... ?" Kong Ji lalu menoleh kepada Pak kek Sam kui dan membentak.
"Mengapa tidak memberi tahu bahwa dia itu anakku?" Giam lo-ong Ci Kui menjawab, nampaknya ketakutan, "Maaf, Taihiap. Mana kami tahu bahwa anak itu putera Taihiap sendiri ?"
"Dimana dia sekarang ? Hayo lekas bawa ke mari !
"Harap sudi memaafkan kami. Taihiap. Kalau kami tahu bahwa anak itu adalah putera Taihiap, tentu akan kami jaga dengan pertaruhan nyawa kami. Anak itu sudah lama sekali tidak berada dalam bimbingan kami lagi!. Semenjak di utara anak itu sudah dirampas oleh Thai Gu Cinjin dan sekarang entah dibawa ke mana."
"Celaka......... Celaka...... ! Aku berhadapan dengan anak sendiri sampai tidak tahu......... !" Kong Ji membantingbanting kakinya. Saking marah dan kecewanya ia sampai lupa bertanya siapa nama puteranva itu.
"Sudahlah, mencari Lama gila itu tidak berapa sukar.
Kelak tentu anakku akan kembali kepadaku. Sin Hong, sampai jumpa pertengahan bulan depan di Omei-san. Aku tahu kau pasti datang," katanya sambil menarik lengan tangan Li Hwa yang masih lemas dan tak dapat bicara itu dan dengan suara tinggi ia memberi isyarat. Dari balik gerombolan pohon muncul beberapa orang membawa beberapa ekor kuda. Kong Ji mengangkat Li Hwa dan mendudukkannya ke atas kuda, scdangkan ia sendiri dan Pak-kek Sam-kui serta Bou Gun juga melompat ke atas kuda.
"Awas kalau kau mengganggu dia, Kon Ji!" Hanya ini yang dapat dikatakan oleh Sin Hong yang memandang tsterinya dibawa pergi dengan hati gelisah.
Biarpun Liok Kong Ji dan kawan-kawannya yang lihai itu tak dapat mengalahkan ilmu kepandaian Wan Sin Hong yang tinggi, namun manusia iblis ini dengan kecerdikan dan kecurangannya dapat menggunakan tipu muslihat dan membuat Sin Hong tunduk di bawah pengaruhnya.
Setelah Li Hwa tertawan dan mati hidupnya berada di tangan Kong Ji, sudah tentu sekali Sin Hong menjadi seakan akan tak berdaya dan sedapat mungkin hendak menyelamatkan nyawa isterinya itu. Sin Hong mempunyai keyakinan bahwa Kong Ji tentu tidak akan berani mengganggu Li Hwa karena orang jahat itu sebetulnya merasa jerih kepadanya. Dengan keyakinan inilah maka Sin Hong menerima syarat Kong Ji untuk datang ke Omnei-san.
Demikianlah seperti telah dituturkan di bagian depan.
Tiang Bu dari tempat persembunyiannya melihat Sin Hong berlari-lari menghampiri perempuan yang tadinya ia sangka adalah adiknya, Lee Goat. Siapakah anak perempran itu? Memang tidak salah sangkaan Tiang Bu tadi. Bocah itu bukan lain adalah Coa Lee Goat yang telah menjadi murid Sin Hong. Karena Sin Hong maklum bahwa keluarga muridnya. tetutama sekali kakek bocah itu, Hwa I Enghiong Go Ciang Le mempunyai banyak sekali musuh dan pada waktu itu dunia kang-ouw sedang kacau balau dan banyak terjadi kerusuhan, maka ia memesan kepada Lee Goat agar supaya menyembunyikan namanya dan jargan sekali-kali memperkenalkan diri kepada orang lain.
Inilah yang menjadi sebab, mengapa Lee Goat diam saja tidak memengaku ketika Tiang Bu menyebut namanya, biarpun bocah perempuab ini terkejut bukan main mendengar orang yang sama sekali tidak dtkenalnya taru tahu telah menyebut namanya begitu saja. tentu saja sudah lupa lagi dan tidak mengenal Tian Bu karena ketika Tiang Bu pergi meninggalkan rumah, Lee Goat baru berusia dua tahun.
Kedatangan Sin Hong di Omei-san memang terutama untuk menolong isterinya sebagaimana dijadikan syarat pemerasan oleh Kong Ji, akan tetapi juga ia sekalian hendak membuktikan apakah benar dugaannya tepat yaitu bahwa Tiang Bu dibawa oleh kakek sakti di Omei san. Ia merasa bertanggung jawab atas kehilangan bocah itu.
Semenjak Li Hwa dibawa pergi Kong Lee Goat selalu kelihatan muram dan berduka. Kadang-kadang ia demikian gemas sehingga di depan gurunya ia berkata, "Kalau aku besar dan kuat, jahanam Kong Ji tentu akan kubelek dadanya, kucabut keluair jantungnya!" Sin Hong mengerutkan kening apabila melihat muridnya marah-marah seperti ini.
"Hush, Lee Goat, jangan kau bicara sembarangan. Tak baik memperlihatkan isi hati yang meluap-luap dan tidak baik menanam kebencian kepada sese orang."
"Suhu. teecu benci sekali kepada orang jahat itu. Kenapa suhu tidak membunuhnya s aja? Bagaimana kalau subo sampai celaka di tangannya?" "Tidak, subomu akan selamat dan kita akan hertemu lagi dengan dia di puncak Omei-san. Lee Goat harus belajar tenang dan sahar. Jangan sekali-kali menurutkan nafsu hati dan tangan sekali kali kehilangan ketenanganmu betapapun hebat pengalaman yang kauhadapi. Kalau aku turun tangan pada saat subomu ditawan, itu bahkan akan mencelakakan subomu. Tenanglah," Akan tetapi Lee Goat tak dapat dihibur dan dalam perjalanan menuju ke Omei-san ia bermuram durja dan nampak marah-marah dan berduka selalu. Setelah me reka tiba di kaki Gunung Omei-san, barulah nampak bocah itu agak gembira.
"Suhu, di manakah adanya subo?" tanyanya sambit menudingkan telunjuknya ke arah puncak.
Sin Hong mengangguk.
"Mari kita lari, suhu. Teccu sudah ingin sekali melihat subo selamat di puncak sana kata Lee Goat yang mendahului gurunya berlari naik.
"Hati-hati, Lee Goat. Jalan di s ini sukar, jangan kau gergesa-gesa dan meninggalkan kewaspadaan !"
"Baik, suhu! jawab Lee Goat, akan tetapi tetap saja gadis cilik ini berlari-lari mendahui suhunya. Karena maklum bahwa ginkan dari muridnya sudah cukup tinggi, Sin Hong tidak khawalir dan ia menyusul dari belakang pelahanlahan.
Waktunya masih dua hari lagi mengapa harus tergesa-gesu? Sambil tersenyum Sin Hong memandang muirdnya yang kini mencabut pedang membabati alangalang dan pohon-pohon ke cil yang merintangi jalan.
"Bocah itu besar sekali semangatnya seperti Hui Lien di waktu muda," pikir Sin Hong.
Setelah tiba di lereng gunung, tiba-tiba Sin Hong melihat berkelebatnya beberapa bayangan orang yang cepat naik ke gunung melalui jalan lain di sebelah kiri. Hatinya menjadi curiga juga tertarik. Cepat bagaikan bayangan burung terbang, Sin Hong melompat kekiri dau mengintai dari balik batang pohon ia melihat orang-oranganeh yang tak dikenalnya naik ke gunung dengan ilmu lari cepat yang mendadakan bahwa me reka adalah Orang-orang berilmu.
Bahkan di lain bagian gunung itu terdapat pula orang orang naik ke puncak. Samar-samar Sin Hong melihat Le Thong Hosiang, Nam Kong Hosiang, Nam Siong Hosiang. dan Hengtuagan Lojin, empat orang hwesio yang pernah datang mengunjunginya di Luliang san beberapa tahun yang lalu. Tokoh-tokoh selatan pada naik ke Omei-san, ada apakah gerangan? Apa yang hendak dilakukan oleh Liok Kong Ji? Sin Hong menduga bahwa semua ini tentulah gara-gara Liok Kong Ji yang selalu pandai menimbulkan keonaran di mana-mana.
Sementara itu, Lee Goat sudah berlari lari meninggalkan suhunya sampai di tempat Tiang Bu tertidur di bawah pohon. Pedangnya masih membabat-babat rumput dan pohon kecil yang melintang di jalan, seakan-akan ia jalan sedang berperang dengan tetumbuhan itu. Memang dalam hatinya Lee Goat mengumpamakan rumput dan pohon kecil itu seperti Liok Kong Ji yang sudah menculik subonya maka ia membabat dan membacok dengan penuh semangat!
"Ular ..... !" serunya geli dan ngeri melihat seekor ular hijau mengangkat kepala dan lidahnya mendesis-desis ketika Lee Goat membabat alang-alang yang tadinya menjadi tempat sembunyi ular itu. Akan tetapi ia sebentar Lee Goat terkejut. Secepat kilat pedangnya menyambar dan tubuh ular itu terbabat putus menjadi dua! Sambil menggerakgerakkan kedua pundak kegelian Lee Goat menggunakan ujung pedangnya untuk mencokel potongan-potongan tubuh ular itu ke dalamsemak-semak.
"Setan berhati jahat!" Tiba-tiba mendengar makian dari dalam semak-semakitu dan muncullah seorangbocah perempuan yang sebaya dengan Lee Goat. Bocah ini juga membawa pedang dan dengan marah sekali ia lalu menerjang Lee Goat dengan bacokan pedang . Tentu saja Lee Goat menjadi heran dan cepat menangkis sambil berkata.
"Aku tidak sengaja melemparkan bangkai ular. Kalau kebetulan mengenaimu mengapa kau marah-marah? Apa kau mau bunuh orang?" Gadis cilik yang berwajah jelita itu dengan alis berkerut memakinya.
"Orang dengan hati keji seperti kau harus dibunuh!
Kenapa kau membacok ular yang tidak bersalah apa-apa? Kau benar kejam." Setelah berkata demikian, kembali ia menyerang Lee Goat dengan hebat. Lee Goat menjadi marah sekali. Membunuh ular dianggap kejam. Orang macam apa ini! Setelah menangkis serangan lawan, iapun membalas dengan bacokan-bacokan sehingga dua orang gadis cilik itu saling serang dengan ramai. Pedang yang mereka gunakan adalah pedang biasa yang kelihatan terlalu panjang bagi mereka, akan tetapi ternyata bahwa keduanya dapat memainkannya dengan baik, tanda bahwa mereka adalah murid-murid dari guru yang pandai dalam ilmu pedang. Bagi Lee Goat mainkan senjata pedang bukan hal yang aneh karena gurunya aalah Wan Sin Hong, seorang ahli pedang yang lihai sekali. Akan tetapi gadis cilik yang marah-marah karena ada ular dibunuh Lee Goat yang juga lihai sekali ilmu pedangnya, siapakah dia ini? Bocah perempuan yang lihai dan marah-marah melihat seekor ular dibunuh ini adalah Wan Bi Li yang datang ke tempat itu bersama Wan Sun kakaknya dan Ang-jiu Mo-li gurunya. Seperti diketahui, Wan Sun dan Wan Bi Li menjadi murid Ang-jiu Mo-li tokoh utara yang amat lihai itu dan kini Ang-jiu Moli mengunjungi Omei-san membawa dua orang muridnya.
Baik Sin Hong maupun Ang-jiu Mo-li merasa heran melihat kehadiran masing masing di tempat ini. Ang-jiu Moli yang menegurnya lebih dulu.
"Wan-bengcu, agaknya murid-murid kita saling mewakili gurunya untuk mencoba kepandaian masing-masing. Bi Li, apakah kau kalah oleh murid Wan-bengcu ini?" tanya Angjiu Mo-li kepada Bi Li. Gadis cilik itu menjebikan bibirnva yang manis .
"Mana teecu bisa kalah oleh orang keji itu? Bertempur lagi sampai seribu jurus teecu masih berani !" Lee Goat memandang dengan mata tajam dan marah.
"Sombong, kaukira aku takut menghadapimu?" Sin Hong tersenyum, lalu menegur muridnya dengan suara keren. "Lee Goat, jaagan mudah naik darah. Mengapa kau bertempur dengan orang lain ?"
"Teecu tidak apa-apa diserang oleh bocah gila itu, suhu," Lee Goat membela diri.
"Tidak aps-apa katamu? Pandai membohong. Dia telah membunuh seekor ular yang tak berdosa !" kata Bi Li, sepasang matanya memancarkan sinar bercahaya yang mengejutkan hati Sin Hong. Bocah yang menjadi murid Angjiu Mo-li itu hebat sekali sinar matanya, pikir Sin Hong kagum, juga khawatir karena bocah seperti itu dapat menjadi seorang yang berbahaya kelak.
`Wan-bengcu, kaulihat bahwa muridmu yang bersalah dan bahwa muridku memiliki sifat pendekar, suka menolong yang lemah." Ang-jiu Mo-li menyindir sambil tersenyum mengejek.
"Baik sekalu. Sayangnya yang ditolong adalah seekor ular yang jahat," jawab Sin Hong. "Betapapun juga, muridku telah salah karena berani melanggar pantanganku bertempur, Lee Goat. hayo kau minta maaf kepala Ang-jiu Mo-li dan dua muriidya!" Lee Goat mengerutkan alisnya dan ragu-ragu. Apalagi ketika ia mendengar Wan Sun mengomeli adiknya.
"Seharusnya kau tidak datang.datang menye rang orang lain, Bi Li. Kau mencari gara gara saja !" Mendengar omelan Wan Sun ini, Lee Goat marasa dimenangkan dan ia merasa penasaran mendengar perintah suhunya agar supaya ia minta maaf. Akan tetapi ke tika ia melirik dan melibat gurunya memandang kepadanya dengan sen)um penuh arti dan pandang mata harapan ia lalu mengangkat kedua tangan membungkuk dengan hormat ke arah Ang-jiu Mo-li bertiga murid-muridnya sambil berkata. "Harap maafkan semua kesalahanku!" Ang-jiu Mo li menjadi merah mukanya. "Wan-bengcu, benar-benar kau lebihpandai mendidik murid. Dan kebetulan sekali kita bertemu di sini. Ketahuilah, Wanbengcu bahwa aku masih angin sekali mengukur sampai di mana kehehatan ilmu pedangmu yang be gitu disohorkan orang. Setelah murid kira bermain-main, marilah kita mencoba-caba sebentar." Akan tetapi Sin Hong yang sedang menderita batin karena kehilangan isterinya, tidak ada nafsu untuk mengadu kepandaian. Ia menggeleng kepala dan menjawab, "Ang-jiu Mo-li, bukan sekali-kali aku tidak menghargai ajakanmu. Akan tetapi sekarang bukanlah saatnya yang tepat untuk mencoba kepandaian. Ingatlah bahwa kita, berada di daerah orang lain dan menurut patut kita harus menghormati tuan rumah di Omei-san dan jangan memamerkan kepandaian di sini. Nanti saja kalau urusanku di sini sudah beres, tentu aku takkan manolak ajakanmu itu." Kembali Ang-jiu Mo-li tersenyurn. Ia masih nampak manis sekali kalau tersenyum.
"Agaknya kau juga segan terhadap kedua couwsu dari Omei-s an ! Baiklah, aku setuju dengan pendapatmu. Akan tetapi, kau datang di tempat ini ada urusan apakah?" Sin Hong merasa segan untuk mengaku terus terang.
Kemudian ia teringat akan pemandangan di lereng bukit tadi di mana ia melihat banyak sekali orang kangouw mendaki gunung.
"Aku tertarik karena melihat banyak orang gagah mendaki Gunung Omei.san. Hendak kulihat mereka itu akan berbuat apa. Dan mengapa pula kau jauh-jauh datang dari utara ke tempat ini, Ang-jiu Mo-li?" Diam-diam Sin Hong terkejut sendiri ketika timbul dugaan di dalam hatinya apakah wanita lihai ini bukan sekutu Kong Ji pula ? Kalau betul sekutu Kong Ji, ia benar-benar akan menghadapi lawan yang amat tangguh.
Ang-jiu Mo li tersenyum, agaknya tidak percaya akan keterangan Sin Hong tadi. "Aku pun tadinya hanya ingin melancong saja. Kebetulan bertemu dengan kau di sini dan kalau benar banyak orang naik ke puncak Omei-san benar benar akan ada pesta hebat yang menggembirakan. Nah, sampai berternu kelak di kaki gunung ini, Wan-bengcu.
Ataukah ..... di puncak kita berjumpa "Kita sama lihat saja nanti. Ang-liu Mo-li," jawab Sin Hong.
Sejak tadi Wan Sun memandang kepada Sin Hong dengan pandang mata penuh gairah. Beberapa kali ia menggerakkan bibir hendak mengeluarkan suara, akan tetapi ditahan-tahannya dan akhirnya ketika gurunya mengajak dia dan adiknya pergi, ia menurut saja tanpa mendapat kesempatan lagi untuk bicara dengan Sin Hong.
Dapat dibayanglan betapa inginnya puteta pangeran ini bicara dengan Sin Hong setelah ketahui bahwa inilah Wa bengcu atau Wan Sin Hong yang masih terhitung pamannya sandiri.
Sejak kecil ayahnya sudab sering kali menuturkan kepadanya tentang Wan Sin Hong yang gagah perkasa dan yang memiliki wajah serupa benar dengan ayahnya, Wanyen Ci Lun. Sekarang setelah berhadapan muka. tentu saja ia ingin sekali bicara dengan pamannya ini. Akan tetapi ia tidak berani oleh krena gurunya sudah memes an dengan keras agar supaya di dalam perantauan. dua orang muridnya ini jangan mengaku bahwa mereka adalah putera Pange ran Wanyen Ci Lun dari Kerajaan Kin.
Juga Sin Hong meninggalkan lereng itu dan mengajak Lee Goat melarjutkan perjalanan menuju ke puncak gunung.
Lee Goat menengok ke sana ke mari mencari-cari dengan matanya.
"Kau mencari siapa?" tanya Sin Hong. "Suhu, tadi ketika teecu bertempur dengan anak ......... . setan itu ........."
"Hush. jangan menggunakan kata-kata makian! Lee Goat, bukankah tadi kau sudah minta maaf? Baruk sekali watakmu." Lee Goat menjadi merah mukanya. "Ampun, suhu. Teecu tidak bermaksud memaki, karena di dalam hati teecu tidat ada kebencian terhadapnya."
"Lanjutkan penuturanmu tadi."
"Ketika tadi tee cu bertempur, di antara kami berdua be lum ada yang kalah atau menang. Biarpun teecu sudah menggunakan Ilmu Pedang Soan-bong-kiam-hoatt (Ilmu Pedang Angin Puyuh), namun teecu tak dapat mendesaknya. ilmu pedangnya juga istimewa sekali, akan tetapi teecu tak mau kalah dan kami berdua masih seimbang. Tiba-tiba muncul seorang anak laki-laki yang usianya sebaya dengan kakak lawan teecu tadi, ia mendorongkan tongkatnya di tengah-tengah, di antara kami. Pedang teecu menghantam torgkat itu dan ......... pedang kami berdua terlempar!" Sin Hong mengelus-elus dagunya yang mulai ditumbuhi jenggot. Hati kecilnya menduga-duga dan ia merasa heran apakah bocah yang dimaksudkan ini bukan Tiang Bu!
"Bagaimana rupanya?" tanyanya.
"Rupanya jelek, pakaiannya tambal-tambalan. Melihat rupanya, dia itu seperti anak kampung biasa s aja, suhu.
Akan terapi anehnya, begitu dia muncul dia llu menyebut nama teecu! Inilah yang membikin teecu bingung dan heran sekali." Berdebar hati Sin Hong. Tak salah lagi, tentu Tiang Bu yang mengenal wajah adiknya! "Apa katanya?" ia mendesak muridnya.
"Dia hanya bertanya bukankah teecu ini Lee Goat dan ketika teecu jawab bukan, dia terheran dan menyatakan bahwa wajah teecu serupa benar dengan wajah Lee Goat !" Sin Hong mengangpuk-angguk. Kini iapun menengok ke kanan kiri, memandang tajam untuk melihat apakah Tiang Bu masih berada di sekitar tempat itu. Akan temtapi Tiang Bu sudah pergi. karena anak inipun melihat datangnya banyak sekali orang orang aneh yang naik ke puncak, maka diam-diam iapun mendahului pulang ke puncak untuk memberi tahu gurunya.
"Ke mana dia pergi? Mengapa tadi aku tidak melihat dia?" "Entahlah, tadi dia terus pergi lagi, suhu. Siapakah dia, suhu........" tanya Lee Goat.
"Kau tidak tahu. Dia itulah kakakmu sendiri yang pergi dari rumah ketika kau masih berusia dua tahun." Lee Goat membelalak......... matanya yang lebar. "Kakak Tiang Bu yang diculik orang? Akan tetapi......... kenapa dia......... dia begitu buruk dan pakaiannya penuh tambalan seperti penggembala kerbau ?"
"Dia itu kakakmu. Hemm, jangan kau melihat pakaian.
Bukankah tongkatnya sekali gerak saja sudah membikin teelepas pedangmu?" Lee Goat membungkam. Dalam hatinya memang ada rasa bangga akan kepandaian kakaknya yang lebih tinggi darinya, akan tetapi ia merasa kecewa karena kakaknya itu menurut anggapannya berwajah jelek, tidak tampan gagah seperti kakak Bi Li tadi. Juga, mengapa kakaknya tidak membantunya dan memberi hajaran kepada Bi Li ? Akan tetapi terus saja ia tidak berani membicarakan hal ini di depan suhunya dan tanpa banyak cakap ia mengikuti gurunya naik ke puncak. Apa lagi sekarang perjaIanan amat sukar, melalui batu-batu karang yang tajam dan runcing, harus mempergunakan ginkang dan perhatian sepenuhnya.
Di bagian yang paling berbahaya, Sin Hong memegang tangan muridnya. Jauh di depan ia melihat Ang-jiu Mo-li juga manggandeng kedua muridnya di kanan kiri untuk melalui tebing yang curam dan berbahaya.
Sementara itu, Tiang Bu berlari cepat naik ke puncak dan dengan wajah agak berubah ia memasuki pondok, ia melihat kedua orang kakek sakti itu sedang duduk berhadapan menghadapi papan catur. Melihat kedua orang gurunya yang sudah amat tua dan akhir-akhir ini kelihatan lemah dan sering kali mengeluh karena tubuh sudah mulai digerogoti usia tua. Tiang Bu menjadi makin gelisah. Tiong Sin hwesio sudah berusia hampir sembilan puluh tahun dan Tiong Jin Hwesio hanya lebih muda sepuluh tahun. Sering kali Tiong Sin Hwesio mengeluh bahwa tulang tulangnya sudah terlalu lapuk, tubuhnya sudah terlalu tua sehingga "tidak enak" lagi dijadikan tempat tinggil jiwanya! Dan sekarang dua orang hwesio tua ini masih enak-enak bermain catur, padahal dari bawah gunung naik banyak orang yang kelihatannya aneh-aneh dan gagah-gagah !
Kalau mereka itu naik dengan maksud jahat, bukankah kedua orang suhunya akan ce laka? Selama lima tahun di Omei-san, Tiang Bu belum pernah manyaks ikan kelihaian kedua orang gurunya. Biarpun ia telah menerima banyak pelajaran ilmu yang t inggi tinggi, namun kedua orang kakek itu tak pernah mendemontrasikan kepandaian mereka, apalagi Tiong Sin Hwesio yang kerjanya hanya bersarnadhi dan main catur belaka.
Tiong Jin Hwesio masih mendingan karena di waktu melatih ginkang dan lweekang atau ilmu silat yang sulitsulit, masih terlihat kelihaiannya. Oleh karena inilah maka tidak mengherankan apabila Tiang Bu mengkhawatirkan keselamatan dua orang kakek itu.
"Tiang Bu, kau sudah pulang. Apakah pekerjaamu mengisi tempat air sudah selesai ?" Tiong Jin Hwesio bertanya tanpa menoleh dari papan catur yang dihadapinya.
"Belum suhu. Akan tetapi......."
"Kalau begitu keluarlah dan selesaikan dulu pekerjaanmu baru nanti bicara!" Tiong Jin Hwesto memotong kata-katanya. Suara keren dan berpengaruh sehingga Tiang Bu tidak berani berlaku lambat.
"Baik, suhu ..... .." Ia bangkit dari lantai di mina ia tadi berlutut lalu berjalan perlahan menuju ke pintu.
"Tsang Bu. ....!" Panggilan halus dari Tiong Sin Hwesio membuatnya menghentikan tindakan kakinya. Ia membalik dan menjatuhkan diri berlutut di ambang pintu, menanti kelanjutan bicara suhunya.
"Melihat apa.apa, bersikaplah tenang. Hanya ketenangan yang mempertajam kewaspadaan. Jangan mencampuri urusan orang lain dan jangan bertindak sembrono. Dua orang gurumu masih hidup dan masih berada di sini, mengapa kau gelisah? Bekerjalah dan tunggu saja perintah kami!" *Baik, suhu dan terima kasih atas nasehat suhu," kata Tiang Bu. Kini kedua kakinya terasa ringan seperti hatinya.
Kata-kata Tiong Sin Hwesio seperti memberi semingat kepadanya oleh karena kata-kata itu seakan akan hendak membayangkan bahwa dua orang suhunya itu sudah tahu akan naiknya banyak orang ke puncak dan tentu sudah siap-siaga. Dengan hati lega Tiang Bu membawa pikulan dan tempat air, lalu berlari-lari turun dari puncak menuju ke lereng di mana terdapat pancuran air.
Akan tetapi baru saja ia memenuhi dua kaleng tempat air itu dengan air gunung yang jernih dan sejuk, tiba-tiba terdengar orang tertawa dan berkata, "Bagus kau datangmenghantarkan diri!" Ketika Tiang Bu membalikkan tubuh, ia melihat Thai Gu Cinjin sudah berdiri di hadapannya dan di samping Thai Gu Cinjin berdiri pula seorang laki-laki gundul setengah tua yang matanya berputar liar. Melihat laki-laki gundul ini, Tiang Bu menjadi makin terkejut karena ia mengenal lakilaki ini sebagai pembunuh gurunya, Ba Hok Lokai ! Itulah laki-laki gundul berpakaian compang-camping yang senjatanya istimewa, yaitu dua ekor ularmerah.
Karena maklum bahwa dua orang yang berdiri di hadapannya itu tentu tidak mengandung maksud baik.
Tiang Bu lalu membalikkan tubuhnya dan melarikan diri.
Akan tetapi, ia merasa ada sambaran ongin dari belakang.
Cepat bocah ini menjatuhkan diri ke kiri dan tongkat panjang dari Thai Gu Cinjin yang tadi menyambarnya itu lewat cepat di atas kepalanya.
"Tiang Bu, jangan lari ! Kalau kau lari berarti kau akan mampus. Kami tidak akan mengganggu, hanya minta bantuanmu mengantar kita ke puncak, ke tempat dua orang kakek itu menyimpan kitab-kitabnyal" kata Thai Cu Cinjin.
Tiang Bu yang sudah melompat bangun tentu saja tidak memperdulikan kata-kata ini dan sekali lagi ia melompat hendak melarikan diri. Tiba tiba terdengar desir angin dan tahu-tahu Thai Gu Cinjin dan orang gundul itu sudah melompat dan berada di depannya, menghadang dengan wajah mengandung ancaman.
"Jiwi mau apakah! Aku tidak mau berurusan dengan jiwi, biarkan aku lewat!" kata Tiang Bu sedikitpun tidak takut.
"Tiang Bu, sudah lama aku tahu bahwa kau sekarang menjadi murid di Omei-san. Aku hanya minta kau mengantar kami ke tempat simpanan kitab." Orang gundul itu tertawa bergelak dan terdengar suaranya yang menyeramkan. "Anak baik, aku masih mau mengambilrnu sebagai murid. Kau cocok dengan aku. Akan tetapi lebih dulu kau harus mengantar kami naik ke atas puncak!"
"Tidak, aku tidak sudi mengantar maling-maling kitab!" Jawab Tiang Bu yang segera hcndak lari lagi. Akan tetapi orang itu menubruknya dengan gerakan cepat lalu mengirim totokan ke arah pundaknya. Sudah jelas maksud si gundul itu hendak menangkapnya. Akan tetapi ia sama sekali tidak tahu bahwa biarpun bocah di depannya ini baru berusia tiga belas tahun, sesungguhnya telah memiliki kepandaian yang amat tinggi.
Melihat datangnya serangan Tiang Bu menjadi marah. Ia selalu ingat akan nasehat dua orang suhunya bahwa apabila tidak diserang jangan sekali-kali ia mendahului menyerang orang. Apabila ia membela diri, kalau terpuksa sekali juga tidak beleh ia melukai atau merobohkan orang. Kini menghadapi tubrukan orang gundul itu yang cukup be rbahaya, ia miringkan tubuh, mengerahkan tenaga dan secepat kilat tangannyabe rgerak menangkis terus menangkap tangan orang dan melemparkan tubuh orang gundul itu dengan meminjam tenaga tubrukan lawan !
Gerakan Tiang Bu ini cepat , otomatis dan tidak terduga sama sekali. Kalau orang lain yang tadi menyerangnya tentu kini akan terlernpar. Akan tetapi yang menyerangnya adalah Kwan Kok Sun yang berjuluk Tee-tok (Racun Bumi), seorang kang-ouw yang sudah terkenal (baca Sin-kiam Hok-mo).
Biarpun amat terkejut karena bocah itu tidak saja dapat menangkis tubrukannya bahkan dapat pula membalas dengan hebat namun Kwan Kok Sun si orang gundul yang lihai itu masih dapat menguasai dirinya. Begitu lengan kanannya ditangkap, tangan kirinya lalu mengirim pukulan ke arah kepala Tiang Bu dan kali ini ia mengirim pukulan yang dahsyat yang bukan main-main lagi, melainkan pukulan maut yang dapat mematikan. Inilah pukulan Hektok- ciang (Pukulan Racun Hitam) yang luar biasa dahsyat dan berbahaya !
Tiong Bu sudah mewarisi kepandaian luar biasa dari kedua orang suhunya yang sakti. Panca-inderanya tajam dan perasa sekali, terutama matanya amat awas. Pukulan Hek-tok-ciang yang amat be rbahaya dan dilakukan dari jarak dekat ini sudah lebih dulu dirasainya, maka secepat kilat ia menangkis dengan hawa pukulan dari atas ke bawah, menggunakan dua tangan mendorong ke bawah menggunakan tenaga khikang sedangkan kedua kakinya menotol tanah sehingga tubuhnya mencelat ke atas melalui kepala Kwan Kok Sun!
"Lihai sekali.......... !" Kwan Kok Sun s ampai berseru kagum dan juga kaget melihat cara bocah itu menyelamatkan diri.
Akan tetapi Thai Gu Cinjin sudah siap sedia. Ia tidak mau melepaskan Tiang Bu begitu saja karena memang ia amat membutuhkan bocah itu, Thai Gu Cinjin selain lihai ilmu silatnya juga ia terkenal amat cerdik.
"Tiang Bu jangan lari !" Tongkatnya diputar menghadang di depan Tiang Bu yang menjadi bingung juga. Kalau dua orang itu mcnyerangnya dengan sungguh-sungguh yaitu denganmaksud membunuh, kiranya akan sukar baginya untuk membebaskan diri.
Biarpun ia sudahlima tahun belajar ilmu silat tinggi di Omei-san, namun kalau dibandingkan dengan tingkat kepandaian Thai Gu Cinjin masih tak mungkin dapat menang.
"Thai Gu Cinjin, kalau kau memaksa aku membantumu mencuri kitab lebih baik aku mengadu nyawa denganmu," katanya gagah sedikitpun tidak merasa gentar biarpun tahu ia berada dalam bahaya maut.
Thai Gu Cinjin menahan tongkatnya dan berkata manis, "Tiang Bu. kepandaianmu sudah hebat sekarang ! Kau bawalah aku menghadap Tiong Jin Hwesio.Untuk menghadap sendiri pasti ia tidak mau mencrimaku. Maka kau bisa membawa kami menghadap orang tua itu, cukuplah." Memang Thai Gu Cinjin cerdik. Ia pikir tidak ada gunanya membunuh anak ini karena kalau sampai terjadi demikian tentu dua orang kakek Omei-san akan menjadi marah sekali dan ini amat berbahaya. Sebaliknya kalau anak ini mau mengantarkannya, ia akan dapat naik ke puncak dengan mudah, juga ia takkan dicurigai dan banyak kesempatan baginya untuk melakukan niatnya, yaitu mencuri kitab-kitab pelajaran di Omie-tan. Karena biarpun ia pernah naik ke puncak ini untuk bermain catur dengan kedua kakek itu, namun sekarang ia mengambil jalan lain dan ia belum mengenal jalan ini.
Salahnya Thai Gu Cinjin tidak memperhitungkan bahwa di dunia ini bukan dia seorang saja yang mempunyai akal.
Juga Tiang Bu orang bocah yang cerdik dan mudah menangkap maksud hati orang yang dtsembunyikan di balik senyum dan kepalsuan. Ia maklum bahwa kepandaiannya masih belum cukup untuk dapat dipergunakan mengimbangi ke lihaian dua orang ini.
"Baiklah, Thai Gu Cinjin. Kalau hanya membawa kau menghadap saja, aku tidak melakukan sesuatu yang salah.
Akupun tidak takut kau berlaku curang dan membunuhku karena selain aku dapat menjaga diri, andai kata aku mati di tanganmu, aku takkan penasaran. Kedua orang suhuku pasti akan menghukummu dan membalaskan penasaran." Setelah melepas ancaman ini. Tiang Bu lalu mendahuiui dua orang itu naik ke puncak sambil memikul dua kaleng airnya. Thai Gu Cinjin dan Kwan Kok Sun mengikutinya dari belakang. Tiang Bu bersikap acuh tak acuh, padahal ia maklum bahwa nyawanya berada di dalam tangan dua orang di belakangnya itu.
Sementara itu, Sin Hong yang menggandeng muridnya meloncati batu karang dan jurang menuju ke puncak, akhirnya dapat melewati daerah batu karang yang sukar itu dan tiba di daerah datar yang ditumbuhi rumput semak hijau.
"Suhu, banyak sekali orang di sana!" kata Lee Goat, akan tetapi Sin Hong menarik muridnya ke bawah dan mengajaknya bersembunyi di balik rumput yang tinggi.
Di sebe lah sana memang terdapat beberapa belas orang yang berjalan perlahan naik ke puncak. Dari balik rumput hijau Sin Hong mengintai dan ia melihat Kong Ji berjalan dengan beberapa orang yang telah dilihatnya, yailu orangorang Mongol dan tokoh-tokoh utara seperti Pak-kak Samkui, Bu-tek Sin-ciang Bouw Gin dan masih banyak lagi orang-orang yang kelihatan memiliki kepandaian tinggi.
Diam-diam Sin Hong menghitung dan memperhatikan calon lawannya seorang demi seorang. Termasuk Kong It, mereka semua ada empat belas orang. Akan tetapi di mana Li Hwa? Ia tidak melihat adanya Li Hwa di dalam rombongan itu dan hatinya amat tidak enak. Kong Ji memiliki banyak tipu muslihat, maka ia harus berhati-hati.
Setelah rombongan Kong Ji ini lewat, keadaan menjadi sunyi. Akan tetapi Sin Hong masih belum keluar dari tempat sembunyinya karena telinganya dapat menangkap gerakan orang yang naik dari bawah puncak. Tak lama kemudian, benar saja ia mel ihat rombongan ke dua yang juga terdiri dari banyak orang, bahkan ada dua puluh orang. Mereka ini adalah rombongan orang-orang dari dunia kang-ouw di daerah selatan, karena antara mereka terdapat Le Thong Hosiang, Hengtuangsan Lojin dan kedua orang hwesio Koalikungsan yang selalu membawa bawa tombak, yaitu Nam Kong Hosiang dan Nam Siang Hosiang. Di antara mereka itu tardapat orang-orang yang berpakaian seperti pangemis, seperti siucai (sasterawan), tosu, hwesio, dan lainlain.
Setelah rombongan ke dua ini lewat, baru saja Sin Hong hendak be rdiri. Tiba-tiba terdengar suara ketawa cekikikan, membuat dia kaget setengah mati dan cepat ia berjongkok kembali di balik rumput tinggi. Siapakah orangnya yang kedatangannya sampai tak terdengar olehnya? Tentu orang yang lihai luar biasa pikirnya. Akan tetapi biarpun suara ketawanya sudah terdengar, orangnya masih juga be lum kelihatan.
Kemudian muncul titik-titik hitam di udara. Titik-titik ini melayang tinggi, lalu menukik ke bawah dan tak lama kemudian terdengar suara memukul-mukul. Ternyata bahwa tiga buah titik hitam itu setelah dekat adalah tiga ekor kelelawar yang amat besar dan warnanya hitam berbintik-bintik kuning. Ketika tiga ekor kelelawar ini lewat di atas kepala, Sin Hong mencium bau amis dan ia menjadi terkejut sekali.
"Kelelawar berbisa dari Lam-hai (Laut Selatan) ." katanya di dalam hati. Sebagai seorang ahli waris pengobatan dari Raja Tabib Kwa Siucai, Sin Hong mengenal kelelawar ini yang gigitannya sama bahayanya dengan gigitan ular yang paling berbisa!
Tak lama kemudian, kembali te rdengar suara ketawa cekikikan dan muncullah orangnya. Pundak Lee Goat di bawah telapak tangan Sin Hong menggigil tanda bahwa bocah ini merasa ngeri dan ketakutan. Memang, manusia yang sekarang berjalan lewat, berbongkok-bongkok dibantu oleh tongkat panjang, hampir tidak menyerupai manusia dan lebih pantas disebut iblis atau siluman!
Orang ini adalah seorang nenek tua yang wajahnya menyeramkan. Rambutnya berwarna putih kelabu, kasar dan tebal, lengket menjadi satu tak pernah tercium sisir, panjang riap-riapan menutupi pundak dan sebagian mukanya. Pakaiannya hitam, hanya semacam selendang kuning melambai di pundak dan pinggangnya. Tangan yang memegang tongkat itu dihiasi jari.jari yang kukunya seperti kuku setan, runcing melengkung mengerikan. Kedua kakinya yang besar itu telanjang, jari-jari kakinya merenggang dan melebar seperti kaki bebek. Akan tetapi yang paling mengerikan adalah mukanya. Matanya kccil, nampak kejam karena kerut-merut pada dahi pinggir dan bawah matanya. Htdungnya pesek dan dari samping tidak kelihatan sedangkan mulutnya bisa membikin orang mengkirik. Mulut ini terisi gigi yang jarang-jarang meruncing seperti gigi ular.
Sambil berjalan tersaruk-saruk nenek ini menge luarkan suara cekikikan, tertawa seorang diri. Tiba-tiba ia mengacungkan tongkatnya ke atas dan dari mulutnya keluar suara mendesis atau lebih tepat siulan yang amat tinggi, demikian tingginya sehingga yang terdengar suara desis yang menyakitkan anak telinga. Inilah suara yang dikeluarkan dengan khikang tinggi. Lebih tinggi dan lebih hebat dari pada pekik Hui-eng Niocu yang terkenal. Dan kemudian ternyata bahwa suara ini adalah suara panggilan, karena seekor diantara tiga ekor kelelawar itu lalu menukik ke bawah dan hinggap di ujung tongkat nenek itu, lalu menggantung dengan kepala di bawah mengeluarkan suara mencicit seperti suara tikus.
"Anak nakal, biar kawan-kawanmu terbang dulu, kau harus mengawani aku di sini. Kau tahu aku kesepian, hi hi hihi.......!" Setelah nenek menyeramkan itu lewat dan lenyap dari pardangan mata, baru Sin Hong berani berdiri dan mengusap-usap kepala Lee Goat yang nampak pucat sekali.
Tiba-tiba Sin Hong tertawa melihat bahwa tak jauh dari situ, di sebelah kanannya terdapat seorang kakek yang juga bersembunyi dan mengintai seperti dia tadi. Agaknya orang itu lebih dulu berada di situ, katena ia tidak me lihat kedatangannya.
Kebetulan kakek itu menengok dan terkejutlah Sin Hong ketika mengenal bahwa kakek itu bukan lain adalah hwesio gemuk bulat seperti bal yang pernah ia lihat dahulu di sebuah kelenteng dekat kota raja. Di sebelah selatan kota raja terdapat sebuah Kelenteng Kwan-te-bio dan di situ yang menjadi ketua adalah Hoan Ki Hosiang. Ia kenal baik dengan hwesio tua ini. Kemudian datarg seorang hwesio baru yang pekerjaannya menjadi tukang dapur. Hwe sio itu bernama Hwa Thian Hwesio, biarpun hanya tukang dapur akan tetapi memiliki ilmu pedang tinggi.
Ketika Sin Hong mengunjungi kuil itu, dahulu ia melihat hwesio tukang dapur ini memindah-mindahkan patung yang be ratnya seribu kati dengan mudahnya, maka tahulah ia bahwa Hwa Thian Hwesio memiliki kepandaian lihay. Dan sekarang tahu-tahu hwesio gemuk bundar itu berada di situ bertiarap di antara rumput tinggi, presis seekor babi gemuk!
Hwesso berusia lima puluh tahun ini memiliki wajah yang lucu dan orangnya selalu gembira.
"Eh, eh, kiranya Wan-sicu ada di sini pula! Pinceng sampai kaget setengah mati, kukira nenek siluman tadi muncul di sini. Hi...!" Ia menggerak-gerakkan kedua pundak bergidik kengerian.
Sin Hong tersenyum lebar.Tidak ada orang yang takkan tersenyum apabila bertemu dan bicara dengan hwcsio gemuk ini karena segala gerak-geriknya serba lucu. Kepalanya bulat matanya, hidungnya, bibirnya serba tebal dan bentuknya bundar, demikian perutnya. Benar-benar menyerupai patung Ji-lai-hud yang banyak terdapat di ke lenteng. Seperti patung pula, hwcsio ini mulutnya selalu terbuka dengan senyum gembira, seakan-akan ia me lihat dunia ini seperti panggung di mana orang-orangnya menjadi pe lawak-pelawak menggelikan.
"Hwa Thian Suhu, angin apa yang meniupmu sampai ke sini?" tanya Sin Hong, terbawa gembira oleh kelucuan hwesio itu.
Hwa Thian Hweio merengut akan tetapi mulutnya tidak scperti orang bersungut-sungut, tetap saja seperti orang tersenyum gembira, "Kalau pinceng terbawa angin, tentulah angin busuk yang meniup pinceng sampai di sini!" Ia menggunakan ujung bajunya untuk mengipasi dadanya yang telanjang. Inilah kebebatannya. Di dekat puncak 0mie-san yang begitu sejuk dan dingin, tetap ia berkeringat. "Kalau saja bukan Wanyen Siauw ongya yang memerintah, biar kaisar sekalipun menyuruh pinceng, pinceng takkan sudi datang di sini bertemu dengan segala macam siluman yang mengerikan.
Hii i." Kembali ia be rgidik dan Lee Goat tak dapat menahan ketawanya melihat pundak yang gemuk itu bergerak seperti menari-nari.
Sin Hong mendekati hwesio itu dan memegang lengannya, penuh perhatian ia bertanya, "Jadi kau mcnjadi utusan Pangeran Wanyen Ci Lun? Ada urusan pent ing apakah gerangan maka kau diutus ke sini? Atau ini rahasia yang tak boleh diketahui orang lain?" Kepala bundar tak berleher itu bergerak-gerak ke depan membuat gerakan mengangguk.
"Memang rahasia karena tugas pinceng menyelidik. Akan te tapi baiknya pinceng mengenal siapa Wan-sicu. Terhadap Wan-sicu pinceng tak perlu merahasiakan sesuatu, bahkan pinceng banyak mengharapkan bantuan Wan-sicu."
"Coba ceritakan !" kata Sin Hong.
Hwa Thian Hwesio lalu menceritakan pengalamanpengalamannya.
Wanyen Ci-Lun yang amat memperhatikan pe rkembangan keadaan, tahu dari para penyelidiknya bahwa raja bangsa Mongol mengirim banyak orang gagah ke selatan untuk mengajak orang-orang kang-ouw di daerah itu supaya ke lak suka membantu pergerakan bangsa Mangol. Juga ia mendengar tentang perubahan yang terjadi di dunia orang kang-ouw bagian utara bahwa Wan-bengcu telah dibebaskan dari pada tugas dan orang orang itu kabarnya hendak memilih bengcu baru di selatan.
"Yang dicalonkan mereka adalah dua orang kakek sakti di Omei-san ini," Hwa Thian Hwesio melanjutkan ceritanya.
"Oleh karena itulah maka pinceng diutus ke se latan untuk menyelidiki hal ini, bahkan kalau mungkin pinceng harus dapat menarik bantuan mereka untuk membantu Kerajaan Kin menghadapi serbuan orang orangMongol." Kemudian Imam itu melanjutkan penuturannya. Ketika ia mulai naik Bukit Omei-san, ia sudah lebih dulu menyelidiki keadaan orang-orang yang hendak naik ke puncak. Banyak sekali yang naik dan dalam panyelidikannya, hwesio yang cerdik ini mendapat kenyataan bahwa mereka itu semua datang dengan maksud hati yang berbeda-beda. Ketika ia melalui lereng sebelah timur, ia melihat seorang laki-laki tampan sedang menarik lengan seorang wanita cantik memasuki sebuah kuil tua yang berada di pinggir jurang. Melihat cara wanita ini diseret, Hwa Thian menjadi curiga. Cepat ia mengejar dan membentak ke arah kuil.
"Sobat yang berada di dalam keluarlah dulu, pinceng mau bicara !" Tak lama kemudian dari dalam kuil itu melompat keluar laki-laki tadi, nampak gagah dengan pedang di punggung.
Laki laki itu tersenyum mengejek ketika bertanya.
"Hwesio gemuk, kau memanggil aku Tung Nam Bengcu ada keperluan apakah?"
"Hemm, pinceng tidak kenal segala Tung Nam Bengcu.
Hanya melihat kau seorang laki-laki maye ret-nyeret wanita tadi dengan maksud apakah ? Siapa dia?"
"Dia adalah tawananku dan kau tak perlu mencampuri urusanku. Ketahuilah bahwa aku adalah Thian-te Bu tek Taihiap Liok Kong Ji. Lebih baik kau hwesio gemuk pergi dari sini dan jangan menggangguku !" Hwa Thian Hwesio pernah mendengar namae Liok Kong Ji, maka biarpun ia sudah mengerti bahwa orang di depannya ini lihai sekali ia segera menyerang.
"Kau jahanam tak tahu malu !" bentaknya sambil mengirim serangan dengan tendangan kaki kiri.
Namun Liok Kong Ji dengan mudah saja dapat mengelak lalu membalas dengan serangan serangan hebat yang membuat Hwa Thian Hwesio sebentar saja sibuk sekali.
Hwesio gemuk ini kalah jauh ilmu silatnya. Baiknya ia memiliki ilmu kelit yaag baik sekali sehingga begitu jauh Kong Ji belum dapat menjatuhkannya, biarpun hwesio itu sudah mandi peluh dan napasnya memburu. Tak dapat diragukan ligi, dalam waktu cepat tentu Koug Ji akan dapat merobohkannya.
Dalam keadaan yang gawat itu, tiba-tiba muncul bintang penolong. Terdeagar bentakan nyaring."Liok Kong Ji manusia busuk, jangan menghina orang !" Mendengar bantakan ini, Kong Ji mecelat ke belakang dan mcncabut peclangnya. "Ang-jiu Mo-li ...... !" serunya kaget. Adapun Thian Hwesio girang bukan main melihat kedatangan wanita sakti ini. Baiknya Ang-jiu Mo-li sudah mengenalnya dan hwesio itupun mengenal guru dan puteraputera majikannya. Bahkan Wan Sun dan Wan Bi Li juga muncul dan tertawa-tawa melihat betapa Hwa Thian Hwesio mandi keringat dan napasnya megap-me gap.
"Toanio, tolong kauhukum jahanam kurang ajar itu...... !" akhirnya hwesio gemuk ini dapat mengeluarkan suara sambil mewek-mewek. "Dia menculik wanita, disembunyikan di dalam kuil itu !" Ang-jiu Mo li memandang kepada Kong Ji dengan senyum menghina.
"Memang itulah kepandaian tunggal dari Liok Kong Ji.
Cih, tak tahu malu !" "Ang-jiu Mo-li, jangan kau percaya omongan badut terlalu banyak makan ini. Wanita itu adalah tawananku, dia adalah Hui eng Niocu Siok Li Hwa, isteri dari Wan Sin Hong. Aku menawannya karena aku ada urusan dengan Wan Sin Hong.
Siapa bilang aku hendak mengganggunya ?" Mendengar bahwa wanita itu isteri Wan Sin Hong, Hwa Thian Hwesio menjadi makin marah. Juga Ang-jiu Mo-li kaget karena tidak mengira bahwa Wan Sin Hong ternyata menikah dengan Siok Li Hwa yang pernah dilihatnya sekali.
Yang paling kaget adalah Wan Sun. Pemuda cilik itu mendengar bahwa isteri Wan Sin Hong diculik dan disernbunyikan dalam kuil, segera melompat memasuki kuil dengan niat menolongnya. Wan Bi Li melompat pula menyusul kakaknya.
Akan tetapi, di lain saat terdengar dua orang bocah itu menjerit dan tubuh mereka bergulingan keluar pintu kuil!
Ang-jin Mo-li terkejut sekali, namun hatinya lega kembali ketika melihat bahwa kedua orang muridnya itu bergulingan keluar karena menggunakan Ilmu Kelit Trenggiling Turun Gunung untuk menghindarkan diri dari serangan gelap yang berbahaya.
Komentar
Posting Komentar